Selasa, 10 Desember 2013

PENGETAHUAN DAN SIKAP BIDAN TENTANG HIPEREMESIS GRAVIDARUM DI KELURAHAN TEGAL SARI MANDALA I MEDAN TAHUN 2010



BAB I
PENDAHULUAN

A.           Latar Belakang
Kehamilan merupakan suatu peristiwa yang unik dan penuh misteri bagi setiap pasangan suami isti. Setiap kehamilan diharapkan dapat berakhir aman dan sejahtera baik bagi ibu maupun bagi janinnya, oleh karena itu pelayanan kesehatan maternal yang bermutu sangatlah penting dan semua perempuan diharapkan dapat memperoleh akses terhadap pelayanan kesehatan tersebut (Hidayat,2009. hal: 29).
Mortalitas dan morbilitas pada wanita hamil dan bersalin adalah masalah besar bagi negara-negara berkembang. Di negara miskin, sekitar 20-50% kematian Wanita Usia Subur (WUS) disebabkan hal yang berkaitan dengan kehamilan. Menurut data statistik yang di keluarkan World Healt Organitation (WHO) sebagai badan Perserikatan bangsa-bangsa (PBB) yang menangani masalah bidang kesehatan, tercatat angka kematian ibu dalam kehamilan dan persalinan di dunia mencapai 515 ribu jiwa setiap tahun (WHO 2008).
1
 
Menurut WHO memperkirakan setiap tahunnya 500.000 ibu meninggal sebagai akibat langsung dari kehamilan. Sebagian kematian itu sebenarnya dapat dicegah. Ironisnya sebagian besar kematian ibu dapat dicegah dengan teknologi sederhana, dan madya serta pendidikan. Kesukaran dalam mengukur kematian ibu ini sudah lama menjadi kendala dalam menyadarkan para perencana kesehatan dan pihak lainya akan besarnya masalah serta penyebabnya, sehingga menghambat intervensi yang efektif dalam porsi yang memadai. Lebih dari dua per tiga kejadian kehamilan masih berada dalam perlindungan/ pertolongan para dukun yang mudah dimengerti mempunyai tingkat keamanan yang rendah.
Insiden yang terjadi di Cina pada tahun 2000 menggambarkan mual dan muntah sebagai gangguan medis tersering selama kehamilan. Tinjauan sistematis dari Jewell dan Young mengidentifikasi angka mual antara 70% dan 85% dengan sekitar setengah dari presentase ini mengalami muntah. Keadaan hiperemesis gravidarum yang sangat patologis jauh lebih jarang terjadi di bandingkan mual muntah secara logis. Kelli memperkiran bahwa hiperemesis gravidarum yang sangat patologis terjadi dalam 1:500 kehamilan. Kuscu dan Koyucu (2002) meyakini bahwa kisarannya adalah antara satu dan dua puluh per seribu kehamilan, sekitar 2,4% wanita yang mengalami mual-muntah memerlukan Rumah Sakit untuk hiperemesis gravidarum (Denis, 2008. hal: 3).
Hiperemesis gravidarum adalah mual muntah yang berkelanjutan dan berlebihan yang mengganggu kehidupan sehari-hari wanita hamil, akibat lebih lanjutnya dapat mengakibatkan kekurangan cairan dan makanan ke jaringan plasenta yang dapat mengganggu kehidupan janin dan memperburuk keadaan umum ibu. Dan bila tidak ditangani dengan segera dan efektif dapat menyebabkan kematian (Manuaba, 1998).
Mual muntah terjadi pada 60-80% primigravida dan 40-60% multigravida.            Satu di antara 1000 kehamilan gejala-gejala ini menjadi lebih berat. Perasaan mual ini di sebabkan oleh karena meningkatnya kadar hormon estrogen HCG dalam serum. Penguruh fisiologis kenaikan hormon ini belum jelas, mungkin karena sistem saraf pusat atau pengosongan lambung yang berkurang. Pada umumnya wanita dapat menyesuaikan dengan keadaan ini meskipun demikian gejala mual muntah yang berat dapat berlangsung sampai 4 bulan. Pekerjaan sehari-sehari menjadi terganggu dan keadaan umum menjadi buruk. Keadaan ini di sebut hiperemesis gravidarum. Keluhan gejala dan perubahan fisiologis menentukan berat ringannya penyakit. Hiperemesis gravidarum yang tidak mendapatkan penanganan yang baik dapat pula menyebabkan kematian pada ibu hamil (Cindy, 2009, ¶ 1, http://www.okhealth.blogspot.com, diperoleh tanggal 14 september 2009).
Pengetahuan bidan  yang berhubungan dengan masalah dan tanda kehamilan terutama mengenai hiperemesis gravidarum masih kurang sehingga hiperemesis gravidarum menyebabkan timbulnya dampak yang fatal (Depkes, 2001).
Survei awal yang dilakukan peneliti di Kelurahan Tegal Sari Mandala 1 Medan, di temukan sebanyak 30 orang bidan. Dari 30 orang bidan  yang  ditemukan pernah memiliki pasien dengan hiperemesis gravidarum.
Sebelumnya peneliti pernah mempunyai pengalaman bekerja di salah satu Klinik di Kelurahan Tegal Sari Mandala I Medan dan melihat bahwa masih ada pengetahuan bidan yang masih kurang serta sikap yang masih belum mendukung untuk menangani dengan cepat ibu-ibu hamil dengan hiperemesis gravidarum. Mereka masih sering merujuk ibu-ibu yang mengalami hiperemesis gravidarum tingkat I ke Rumah Sakit, padahal ibu dengan hiperemesis gravidarum tingkat I masih bisa dirawat di rumah atau pun klinik.

B.    Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian tersebut, maka yang ingin diketahui dalam penelitian ini adalah bagaimana Pengetahuan dan Sikap Bidan tentang Hiperemesis Gravidarum di Kelurahan Tegal Sari Mandala I Medan.


C. Tujuan Penelitian
a. Tujuan Umum
Untuk mengidentifikasi Pengetahuan dan Sikap Bidan tentang Hiperemesis Gravidarum di Kelurahan Tegal Sari Mandala I Medan.
b. Tujuan Khusus
1. Untuk mengidentifikasi Pengetahuan responden
2. Untuk mengidentifikasi Sikap responden

D. Manfaat Penelitian
a. Bagi Bidan
Sebagai sumber informasi dan bahan masukan bagi bidan agar lebih mengenal dan mampu mengatasi hiperemesis gravidarum.
b. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai bahan referensi dalam melakukan penelitian yang sejenis dan lebih mendalam lagi.
c. Bagi Peneliti
Penelitian ini bermanfaat untuk menerapkan ilmu yang telah penulis peroleh selama di bangku kuliah.
selanjut nya sms ke 085277011414

BLADDER TRAINING PADA IBU-IBU PASCA SEKSIO SESAREA DI RSUD. DR. PIRNGADI MEDAN TAHUN 2010



BAB 1
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Mortalitas dan morbiditas pada wanita hamil dan bersalin adalah masalah besar di negara berkembang. Di negara miskin, sekitar 25-50% kematian wanita subur disebabkan hal berkaitan dengan kehamilan. Kematian saat melahirkan biasanya menjadi faktor utama mortalitas wanita pada masa puncak produktivitasnya. Tahun 1996, World Health Organization (WHO) memperkirakan lebih dari 585.000 ibu pertahunnya meninggal saat hamil atau bersalin. Di Asia Selatan, wanita berkemungkinan 1:18 meninggal akibat kehamilan/persalinan selama kehidupannya, dibanyak negara Afrika 1:14, sedangkan di Amerika Utara hanya 1:6.336. lebih dari 50% kematian di negara berkembang sebenarnya dapat dicegah dengan teknologi yang ada serta biaya yang relatif rendah (Sarwono, 2002 : 3).
Angka kejadian seksio sesaria di Indonesia menurut data survey nasional tahun 2007 adalah 921.000 dari 4.039.000 persalinan atau sekitar 22,8 % (http://www.idi.seksio.com.20%.sesaria).
Saat ini, persalinan dengan bedah sesarea bukan hal yang baru lagi bagi para ibu maupun pasangan suami istri. Sejak  awal, tindakan operasi sesarea atau C-section merupakan pilihan yang harus dijalani karena kadaan gawat darurat untuk menyelamatkan nyawa ibu maupun janinnya (Dewi, 1997).
Ibu yang mengalami seksio sesarea dengan adanya luka di perut sehingga harus dirawat dengan baik untuk mencegah kemungkinan timbulnya infeksi. Ibu juga akan membatasi pergerakan tubuhnya karena adanya luka operasi sehingga proses penyembuhan luka dan pengeluaran cairan atau bekuan darah kotor dari rahim ibu ikut terpengaruh (Bobak,L.J, 2004)
Dewasa ini semakin banyak dokter dan tenaga medis yang menganjurkan pasien yang baru melahirkan dengan operasi agar segera menggerakkan tubuhnya. Dokter kandungan menganjurkan pasien yang mengalami operasi sesarea untuk tidak berdiam diri di tempat tidur tetapi harus menggerakkan badan. (Kasdu, 2003).
Apabila terjadi distensi berlebih pada kandung kemih dalam jangka waktu lama, dinding kandung kemih dapat mengalami kerusakan lebih lanjut (atoni). Dengan mengosongkan kandung kemih secara adekuat, tonus kandung kemih biasanya akan pulih kembali dalam lima sampai tujuh hari setelah bayi lahir (Bobak, 2004).
Bladder training (melatih kembali kandung kemih) ialah untuk mengembalikan pola normal perkemihan dengan menghambat atau menstimulasi pengeluaran air kemih (AHCPR, 1992). Agar bladder training ini berhasil, klien harus menyadari dan secara fisik maupun mengikuti program pelatihan. Program tersebut meliputi penyuluhan upaya berkemih yang terjadwal, dan memberikan umpan balik positif. Fungsi kandung kemih untuk sementara mungkin terganggu setelah suatu priode kateterisasi (Resnick, 1993).  
Klien yang sedang dalam pemulihan setelah menjalani pembedahan mayor atau menderita penyakit kritis atau suatu ketidakmampuan, sering harus dipasang kateter menetap untuk membantu proses pengeluaran urinenya sehingga jumlah urine yang keluar dapat diukur. Terpasangnya keteter membuat klien beresiko terkena infeksi (Potter, 2005).
Mengatasi masalah perkemihan salah satunya dapat dilakukan bladder training. Bladder training merupakan penatalaksanaan yang bertujuan untuk melatih kembali kandung kemih kepola berkemih normal dengan menstimulasi pengeluaran urine. Pada perawatan maternitas, bladder training dilakukan pada ibu yang telah mengalami gangguan berkemih seperti inkontinensia urine dan retensio urine. Pada hal sesungguhnya bladder training dapat mulai dilakukan sebelum masalah berkemih terjadi, sehingga dapat mencegah intervensi invasif seperti pemasangan kateter yang justru meningkatkan kejadian infeksi kandung kemih. Bladder training adalah kegiatan melatih kandung kamih untuk mengembalikan pola normal berkemih dengan menghambat atau menstimulasi pengeluaran urine. Program latihan dalam bladder training meliputi penyuluhan, upaya berkemih terjadwal dan memberi umpan balik positif. Tujuan dari bladder training melatih kandung kemih untuk meningkatkan kemampuan mengontrol, mengendalikan, dan meningkatkan kemampuan berkemih secara spontan (Bobak, 2004).
Bladder training merupakan faktor yang utama dalam mempercepat pemulihan dan dapat mencegah komplikasi pasca bedah seksio sesarea. Banyak keuntungan yang bisa diraih dari latihan bladder training periode dini pasca bedah. Bladder training sangat penting dalam percepatan hari rawat dan mengurangi resiko karena tirah baring lama seperti terjadinya dekubitus, kekakuan atau penegangan otot – otot di seluruh tubuh dan sirkulasi darah dan pernafasan terganggu, juga adanya gangguan peristaltik maupun berkemih. (Carpenito, 2000, ¶ 4,http://www.bidanlia.com diperoleh tanggal 25 September 2009).
Bladder training segera secara bertahap sangat berguna untuk proses penyembuhan luka dan mencegah terjadinya infeksi serta trombosis vena. Bila terlalu dini melakukan bladder training dapat mempengaruhi penyembuhan luka operasi. Jadi bladder training secara teratur dan bertahap yang didikuti dengan latihan adalah hal yang paling dianjurkan (Roper, 2002, ¶ 3,http://www.postseksio.com diperoleh tanggal 25 September 2009)
Dalam membantu jalannya penyembuhan ibu pasca seksio sesarea, disarankan untuk melakukan bladder training. Tetapi, pada ibu yang mengalami seksio sesarea rasanya sulit untuk melaksanakan bladder training karena ibu merasa letih dan sakit. Salah satu penyebabnya adalah ketidaktahuan pasien mengenai bladder training. Untuk itu diperlukan pendidikan kesehatan tentang bladder training pasca operasi seksio sesarea sehingga pelaksanaan bladder training lebih maksimal dilakukan. Sebenarnya ibu yang mengalami seksio sesarea mengerti dalam pelaksanaan bladder training, namun ibu tidak mengerti apa manfaat dilakukan bladder training (Surininah, 2004,                                    ¶ 1,http://www.ayahbunda-online.co.id diperoleh tanggal 1 Oktober 2009)
Dari survei pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di RSUD. Dr. Pirngadi Medan pada tanggal 26 Oktober 2009 peneliti mendapatkan informasi dari sepuluh orang ibu yang bersalin dengan seksio sesarea mengatakan bahwa belum pernah dilakukan bladder training pasca seksio sesarea. Berdasarkan data  di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti bladder training pada ibu-ibu pasca seksio sesarea.
 B. Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang peneliti uraikan di atas, maka rumusan masalah  penelitian ini adalah untuk mengetahui bladder training pada ibu-ibu pasca seksio sesarea di RSUD. Dr. Pirngadi Medan tahun 2010.

C.  Tujuan Penelitian
1.   Tujuan Umum
            Untuk mengetahui bladder training pada ibu-ibu pasca seksio sesarea di RSUD. Dr. Pirngadi Medan

2.   Tujuan Khusus
a.      Untuk mengetahui karakteristik responden
b.      Untuk mengetahui Bladder training terhadap jumlah BAK yang dikeluarkan pada ibu-ibu pasca seksio sesarea di RSUD. Dr.  Pirngadi Medan.
c.      Untuk mengetahui Bladder training terhadap BAB yang dikeluarkan pada ibu-ibu pasca seksio sesarea di RSUD. Dr.  Pirngadi Medan.
d.     Untuk mengetahui Bladder training terhadap lokea pada ibu-ibu pasca seksio sesarea di RSUD. Dr.  Pirngadi Medan.





D.   Manfaat Penelitian
1.   Bagi Pelayanan Kebidanan
      Penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan informasi bagi bidan tentang penatalaksanaan bladder training dan manfaat bladder training terhadap penyembuhan  pasien pasca seksio sesarea.
      2.   Bagi Peneliti selanjutnya
Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan sebagai salah satu intervensi bagi penelitian selanjutnya yang sejenis.
3.   Bagi Pendidikan Kebidanan
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pengembangan ilmu pengetahuan dalam institusi kebidanan sehingga dapat meningkatkan pengetahuan peserta didik tentang manfaat  bladder training pada pasien pasca seksio sesarea.
sms ke 085277011414

PERILAKU IBU HAMIL DALAM MELAKUKAN PERAWATAN PAYUDARA DI KLINIK SALLY KECAMATAN MEDAN TEMBUNG TAHUN 2010



BAB I
PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang
Kehamilan merupakan masa yang menggembirakan bagi calon orang tua dan keluarga. Calon orang tua terutama calon ibu perlu memiliki pengetahuan dan kesiapan untuk hamil, melahirkan dan menyusui anak. Dalam era pembangunan ini menyusui bayi mempunyai arti ekonomi yang besar, dari 214 juta jiwa penduduk Indonesia terdapat kurang lebih 15 juta jiwa anak-anak usia di bawah dua tahun. Bila seluruh bayi disusukan sampai usia dua tahun, maka jumlah ASI yang dihasilkan oleh 15 juta ibu yang menyusukan kurang lebih 15 juta perliter per hari ( Rulina, 2002 ).
Perawatan payudara merupakan salah satu bagian penting yang harus diperhatikan sebagai persiapan untuk menyusui nantinya, hal ini dikarenakan payudara merupakan organ esensial penghasil Asi yaitu makanan pokok bayi baru lahir sehingga perawatannya harus dilakukan sedini mungkin. Dalam meningkatkan pemberian ASI pada bayi, masalah utama dan prinsip yaitu bahwa ibu-ibu membutuhkan bantuan dan informasi serta dukungan agar merawat payudara pada saat hamil untuk mempersiapkan ASI pada saat melahirkan sehingga menambah keyakinan bahwa mereka dapat menyusui bayinya dengan baik dan mengetahui fungsi dan manfaat perawatan payudara pada saat hamil ( Anwar, 2003 ).
1
 
Manfaat ASI adalah hak asasi bayi dan memberikan ASI kewajiban ibu, namun tidak semua bayi mendapat ASI. ASI merupakan makanan yang paling sempurna,    di mana kandungan gizi sesuai dengan kebutuhan untuk pertumbuhan dan perkembangan yang optimal. ASI juga mengandung zat untuk pengembangan, kecerdasan, zat kekebalan (mencegah berbagai penyakit) dan dapat menjalin hubungan cinta kasih sayang antara ibu dan bayi (Hegar, 2008).
Perawatan payudara bertujuan agar payudara senantiasa bersih dan mudah untuk diisap bayi. Banyak ibu yang mengeluhkan bayinya tidak mau menyusu, biasanya disebabkan oleh faktor teknik seperti puting susu yang masuk atau posisi yang salah. Tentunya, selain faktor teknik ini ASI juga di pengaruhi asupan nutrisi dan kondisi psikologis ibu (Nurhati, 2009).
Faktor nutrisi dapat di penuhi dengan tambahan asupan kalori 500 kkal per hari, khususnya nutrisi kaya protein (ikan, telur, hati), kalsium (susu), dan vitamin (sayur, buah) dan banyak minum air putih. Faktor psikologis pun sangat penting dengan menciptakan suasana santai dan nyaman serta tidak stress pada saat proses kehamilan dan saat menyusui nantinya (Nurhati, 2009).
Salah satu upaya agar produksi ASI pada saat menyusui lancar, ibu hamil            dianjurkan untuk merawat payudara dengan teknik yang benar. Tahap ini sangat penting dilakukan karena proses laktasi sudah dimulai sejak kehamilan. Teknik perawatan payudara ibu hamil terdiri dari dua tahap, yaitu pemeriksaan payudara dan persiapan puting susu.
Dengan melakukan perawatan payudara secara benar dan teratur dapat menguatkan, melenturkan dan mengatasi terpendamnya puting susu sehingga bayi mudah menghisap ASI dan juga menjaga keberhasilan payudara, mencegah penyumbatan dan bermanfaat untuk memperkuat kulit sehingga mencegah terjadinya luka pada saat mulai menyusui.
Dan perawatan payudara ini sebaiknya dilakukan selama masa kehamilan yaitu pada usia kehamilan setelah delapan bulan (trimester III) dan bukan sesudah persalinan
(Oswari, 2004).
Ibu-ibu hamil tidak akan mengalami kesulitan dalam pemberian ASI bila sejak awal telah mengetahui bagaimana perawatan payudara ( breast care ) yang tepat dan benar. Tetapi berdasarkan hasil survei yang dilakukan di Rumah Bersalin Sally telah ditemukan sekitar 20 % mengalami masalah dalam pemberian ASI, tidak lancarnya pemberian ASI pada awal masa laktasi hal ini di sebabkan oleh faktor ibu-ibu yang belum mengetahui tentang teknik perawatan payudara (Vero,2007).
Dan menurut penelitian Ardianti (2004) 21 % dari 42 orang ibu yang tidak mengetahui tentang teknik perawatan payudara karena kurangnya pengetahuan dan informasi tentang perawatan payudara, sehingga dapat menimbulkan masalah pada awal laktasi seperti puting susu lecet, payudara bengkak, air susu tersumbat sebagaimana dilaporkan ibu menyusui di Indonesia pernah menderita kelecetan pada puting susu 57 % ( Soetjiningsih, 2002 ).
          Di Sumatera Utara ibu hamil yang melakukan perawatan payudara selama kehamilan yaitu 47,6 % dan yang tidak melakukan perawatan payudara selama kehamilan yaitu 52,4 % ( Cetia, 2002).
Dari uraian di atas maka penulis tertarik untuk meneliti bagaimana perilaku ibu hamil tentang perawatan payudara selama kehamilan di Klinik Sally Kecamatan Medan Tembung Tahun 2010.
                                        
                                                                                                                         
B.  Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas penulis dapat merumuskan masalah penelitian ini yaitu bagaimana perilaku ibu hamil dalam melakukan perawatan payudara di Klinik Sally Kecamatan Medan Tembung Tahun 2010.

C.  Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui perilaku ibu hamil dalam melakukan perawatan payudara di Klinik Sally Kecamatan Medan Tembung Tahun 2010.
2. Tujuan Khusus
  1. Untuk mengetahui distribusi pengetahuan ibu hamil dalam melakukan perawatan payudara di Klinik Sally Kecamatan Medan Tembung Tahun 2010.                                                   
  2. Untuk mengetahui distribusi sikap ibu hamil dalam melakukan perawatan payudara Klinik Sally Kecamatan Medan Tembung Tahun 2010.
  3. Untuk mengetahui distribusi tindakan ibu hamil tentang perawatan payudara di Klinik Sally Kecamatan Medan Tembung Tahun 2010.sms ke 085277011414

PENGETAHUAN DAN SIKAP SUAMI DALAM MENGHADAPI ISTRI YANG MUAL MUNTAH PADA TRIMESTER I DI KLINIK KURNIA TEGAL SARI MANDALA I MEDAN TAHUN 2010




 
BAB  I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
            Mual dan muntah merupakan salah satu gejala paling awal, paling umum dan paling menyebabkan stress yang dikaitkan dengan kehamilan. Akan tetapi, dokter obstetric dan dokter umum menganggap mual dan muntah hanya semata-mata merupakan gejala fisiologis, dan sebuah masalah yang sering kali membuat mereka merasa tidak berdaya untuk membantu mengatasinya. Mual dan muntah sering diabaikan karena dianggap sebagai sebuah konsekwensi normal di awal kehamilan tanpa diakui dampak hebat yang ditimbulkannya pada wanita dan keluarga mereka.
            Mortalitas  dan  morbilitas pada wanita hamil dan bersalin adalah masalah besar bagi Negara-negara berkembang. Di negara miskin, Sekitar 20-50% kematian Wanita usia subur di sebabkan hal-hal yang berkaitan dengan kehamilan Menurut data statistik yang di keluarkan WHO sebagai badan PBB yang menangani badan bidang kesehatan, tercatat angka kematian ibu dalamKehamilan dan persalinan di dunia mencapai 515 juta jiwa setiap tahun (World Health Organization, 2008).
            Kehamilan merupakan suatu peristiwa yang unik dan penuh misteri bagi setiap pasangan suami istri. Setiap kehamilan diharapkan dapat berakhir aman dan sejahtera baik bagi ibu maupun bagi janinnya. Oleh karena itu pelayanan kesehatan maternal yang bermutu sangatlah penting dan semua perempuan diharapkan dapat memperoleh akses terhadap pelayanan kesehatan tersebut (Hidayat, 2009. hal: 29).
Mengingat pentingnya peningkatan kesehatan ibu dan bayi baru lahir, tanggal 12 Oktober 2000 pemerintah telah mencanangkan gerakan nasional kehamilan aman atau making pregnancy safer (MPS) sebagai strategi pembangunan kesehatan masyarakat menuju Indonesia sehat 2015 sebagai bagian dari program safe motherhood dalam arti kata luas tujuan safe motherhood dan makin pregnancy safer sama, yaitu melindungi hak reproduksi dan hak asasi manusia dengan cara mengurangi beban kesakitan, kecacatan dan kematian yang berhubungan dengan kehamilan dan persalinan yang sebenarnya tidak perlu terjadi. MPS merupakan strategi sektor kesehatan yang terfokus pada pendekatan perencanaan sistematis dan terpadu dalam melaksanakan intervensi klinis dan pelayanan kesehatan. (Arief,b 2008)
          Kehamilan merupakan suatu peristiwa yang unik dan penuh misterius bagi pasangan suami istri. Setiap kehamilan diharapkan dapat berakhir aman dan sejahtera baik bagi ibu maupun bagi janinnya, Oleh karena itu pelayanan kesehatan maternal yang bermutu sangatlah penting dan semua perempuan diharapkan memperoleh akses terhadap pelayanan kesehatan tersebut. Mual (nausea) dan muntah ( emesis gravidarum) adalah gejala gejala yang wajar dan sering didapatkan pada kehamilan tri mester I. mual biasanya terjadi pada pagi haari ,tetapi  dapat pula timbul setiap saat dan malam hari.Gejala-gejala ini  kurang lebih 6 minggu hari pertama haid terakhir dan berlangsung selama 10 minggu (Prawiroharjo, 2005).
            Mual muntah terjadi pada 60-80 % primigravida dan 40-60 % multigravida. Satu di antara 1000 kehamilan gejala-gejala ini menjadi lebih berat perasaan mual ini disebabkan oleh karena meningkatnya kadar hormone esterogen HCG daalam serum. Pengaruh fisiologi kenaikan hormone ini belum jelas, mungkin karena sistem saraf pusat atau pengosongan lambung berkurang. Pada umumnya wanita dapat menyesuaiakan dengan keadaan ini meskipun demikian dan keadaan umum menjadi buruk keadaan ini disebut hieremesis gravidarum. Keluhan gejala dan perubahan fisiologis menentukan berat ringannya penyakit. Hiperemis gravidarum yang tidak mendapat penanganan yang baik dapat pula menyebabkan kematian pada ibu hamil (Prawiroharjo, 2005).
Komplikasi yang terjadi akibat hiperemesis gravidarum seperti kehilangan berat badan, dehidrasi, asidosis dari kekurangan gizi, alkalosis, hipokalaemia, kelemahan otot, kelainan elektrokardiografik, tetani, dan gangguan psikologis merupakan komplikasi yang ringan. Komplikasi yang mengancam kehidupan meliputi ruptur oesophageal berkaitan dengan muntah yang berat, Encephalopathy Wernicke's, mielinolisis pusat pontine, retinal haemorrhage, kerusakan ginjal, pneumomediastinum secara spontan, keterlambatan pertumbuhan di dalam kandungan, dan kematian janin. Seorang pasien dengan hiperemesis gravidarum telah dilaporkan telah mengalami epistaksis pada minggu ke 15 kehamilannya dikarenakan kurangnya intake/masukan vitamin K disebabkan karena emesis yang berat dan ketidak-mampuannya untuk mencernakan makanan padat dan cairan. Penggantian vitamin K, parameter koagulasi kembali ke normal. Vasospasme pembuluh darah cerebral dihubungkan dengan hiperemesis gravidarum dilaporkan pada dua pasien.(Efmed, 2001, ¶http//www.rumahweb.com,diperoleh tanggal 22 juni 2010)
Koren (2000) menggambarkan mual dan muntah sebagai gangguan medis tersering selama kehamilan. Power et al (2001) mencatat  sekitar 51,4% wanita mengalami mual dan 9,2% mengalami muntah. Glick dan Dick (1999) bertanggapan bahwa sekitar 50% wanita mengalami gejala. Emelianova et. al (1999) menemukan frekunsi mual sebesar 67% dan 22% insidensi mual dalam sekelompok wanita yang berjumlah 193 orang. Sementara O’Brien  dan Naber (1992) mengatakan bahwa bahwa 70%  wanita mengalami mual dan 28% mengalami muntah. Tinjauan sistematis dari jewell dan Young (2000) mengidentifikasi angka mual antara 70 dan 85%,dengan sekitar setengah dari persentase ini mengalami muntah (Denise Tiran, 2008).
Peran Suami saat istri hamil adalah SIAGA (Siap antar jaga). artinya suami selalu siap saat istri membutuhkan bantuan fisik maupun psikologis, seperti saat muntah atau membantu tugas rumah tangga. suami juga bertugas mengantarkan istri untuk memeriksakan kandungannya dan saat istri ingin melahirkan. dan suami juga harus menjaga kesehatan istri dan kandungannya. Suami sebaiknya tidak membuat masalah dalam komunikasi. Jangan membuat emosi istri terganggu. Misalnya, marah atau bertengkar. Buatlah istri selalu dalam emosi positif. Saat hamil, istri mungkin akan lebih sensitif, jadi suami juga harus maklum. Jangan memancing hal-hal yang bisa membuat istri marah atau sedih/tertekan, karena bisa memengaruhi kandungan.
Hindari segala sesuatu yang bersifat abuse, baik fisik maupun mental, termasuk dalam hal berbicara. Suami harus berempati. Misalnya, membantu pekerjaan rumah, dan sebagainya.(Edno, 2009)
B.  Perumusan Masalah
Yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian  ini  adalah  “Belum di  ketahuinya  Perilaku Suami Dalam Menghadapi  Istri  yang  Mual muntah di  Klinik Kurnia Tegal Sari Mandala I.
selanjutnya sms ke 085277011414